Pemenuhan kebutuhan Nyeri dan kenyamanan

PEMENUHAN KEBUTUHAN NYERI DAN KENYAMANAN
A. TIPE NYERI
1. Berdasarkan sumbernya
• Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar)
ex: terkena ujung pisau atau gunting
• Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pemb. Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama drpd cutaneus
ex: sprain sendi
• Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan
2. Berdasarkan lokalisasi/letak
 Radiating pain
Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
 Referred pain
Nyeri dirasakan pd bagian tubuh ttt yg diperkirakan berasal dr jaringan penyebab
 Intractable pain
Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
 Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pd bag. Tubuh yg hilang
3. Berdasarkan penyebab:
 Fisik
 Psycogenic
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
4. Menurut Serangannya
 Nyeri akut
 Nyeri kronik
 
B. Proses Terjadinya Nyeri
Nyeri sebenarnya adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan di tubuh. Dari nyeri ini tubuh akan melakukan tindakan yang diperlukan selanjutnya.
Mekanisme terjadinya nyeri adalah sebagai berikut rangsangan (mekanik,  termal atau Kimia) diterima oleh reseptor nyeri yang ada di hampir setiap jaringan tubuh,  Rangsangan ini di ubah kedalam bentuk impuls yang di hantarkan ke pusat nyeri di korteks otak. Setelah di proses dipusat nyeri, impuls di kembalikan ke perifer dalam bentuk persepsi nyeri (rasa nyeri yang kita alami).

Rangsangan yang diterima oleh reseptor nyeri dapat berasal dari berbagai faktor dan dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu:
1.    Rangsangan Mekanik : Nyeri yang di sebabkan karena pengaruh mekanik seperti tekanan, tusukan jarum, irisan pisau dan lain-lain.
2.    Rangsangan Termal : Nyeri yang disebabkan karena pengaruh suhu, Rata-rata manusia akan merasakan nyeri jika menerima panas diatas 45 C, dimana mulai pada suhu tersebut jaringan akan mengalami kerusakan
3.    Rangsangan Kimia : Jaringan yang mengalami kerusakan akan membebaskan zat yang di sebut mediator yang dapat berikatan dengan reseptor nyeri antaralain: bradikinin, serotonin, histamin, asetilkolin dan prostaglandin. Bradikinin merupakan zat yang paling berperan dalam menimbulkan nyeri karena kerusakan jaringan. Zat kimia lain yang berperan dalam menimbulkan nyeri adalah asam, enzim proteolitik, Zat P dan ion K+ (ion K positif ).
Proses Terjadinya Nyeri
Reseptor nyeri dalam tubuh adalah ujung-ujung saraf telanjang yang ditemukan hampir pada setiap jaringan tubuh. Impuls nyeri dihantarkan ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui dua sistem Serabut. Sistem pertama terdiri dari serabut Aδ bermielin halus bergaris tengah 2-5 µm, dengan kecepatan hantaran 6-30 m/detik. Sistem kedua terdiri dari serabut C tak bermielin dengan diameter 0.4-1.2 µm, dengan kecepatan hantaran 0,5-2 m/detik.
Serabut Aδ berperan dalam menghantarkan "Nyeri cepat" dan menghasilkan persepsi nyeri yang jelas, tajam dan terlokalisasi, sedangkan serabut C menghantarkan "nyeri Lambat" dan menghasilkan persepsi samar-samar, rasa pegal dan perasaan tidak enak.
Pusat nyeri terletak di talamus, kedua jenis serabut nyeri berakhir pada neuron traktus spinotalamus lateral dan impuls nyeri berjalan ke atas melalui traktus ini ke nukleus posteromidal ventral dan posterolateral dari talamus. Dari sini impuls diteruskan ke gyrus post sentral dari korteks otak.

C. Manifestasi fisiologi nyeri
    Nyeri merupakan campuran reaksi fisik , emosi , dan perilaku . cara yang baik untuk memahami pengalaman nyeri , akan membantu menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni : resepsi dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medulla spinalis.terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa ahambatan ke kortek serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair,1990)
D. RESPON TERHADAP NYERI
REAKSI
§  Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri.
§  Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum
§  Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis,  apabila nyeri berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan bereaksi
§  Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut:
Impuls nyeri à medula spinalis à batang otak & talamus à Sistem syaraf otonom à Respon fisiologis & perilaku
Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku.
A.    RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI
A. Stimulasi Simpatik nyeri ringan, moderat, dan superficial)
ü  Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
ü  Peningkatan heart rate
ü  Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
ü  Peningkatan nilai gula darah
ü  Diaphoresis
ü  Peningkatan kekuatan otot
ü  Dilatasi pupil
ü  Penurunan motilitas GI

B. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
ü  Muka pucat
ü  Otot mengeras
ü  Penurunan HR dan BP
ü  Nafas cepat dan irreguler
ü  Nausea dan vomitus
ü  Kelelahan dan keletihan

RESPON TINGKAH LAKU TERHADAP NYERI
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
§ Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
§ Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
§ Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
§ Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
n  Fase antisipasi—–terjadi sebelum nyeri diterima.
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena  fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinnkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat menjelaskan tentang nyeri yang nantinya akan dialami oleh klien pasca pembedahan, dengan begitu klien akan menjadi lebih siap dengan nyeri yang nanti akan dihadapi.

n   Fase sensasi—–terjadi saat nyeri terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upay pencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan  gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.


n  Fase akibat (aftermath)——terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat ((aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

E. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Banyak faktor yang mempengaruhi nyeri. Nyeri adalah sebuah rasa sakit yang sangat bergantung dengan kondisi fisik, lingkungan, pengalaman, budaya dan lain-lain. Seseorang yang mendapatkan perlakuan yang sama, bisa saja berbeda dalam merasakan nyeri. Hal ini normal, karena rasa nyeri disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Prihardjo (1996) dibedakan menjadi dua, yaitu faktor Internal dan faktor eksternal.
FAKTOR INTERNAL
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi rasa nyeri adalah sebagai berikut:
Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
Anxietas (Kecemasan)
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
Pengetahuan Nyeri
dirasakan dan disadari otak, tetapi berlum tentu penderita akan tergangggu misalnya karrna ia punya pengetahuan tentang nyeri sehingga ia menerimanya secara wajar.
Kelelahan
Kelelahan dapat meningkatkan nyeri karena banyak orang merasa lebih nyaman waktu istirahat.
FAKTOR EKSTERNAL
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi rasa nyeri dan respon terhadap nyeri adalah sebagai berikut:
Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri
Support keluarga dan social
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.
Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
Lingkungan
Nyeri dapat diperberat dengan adanya rangsanggan dari lingkungan seperti kebisingan, cahaya yang sangat terang.
Pengobatan
Pengobatan analgesik yang diberikan sesuai dosis yang mermakai akan mempercepat penurunan nyeri.
F. ASKEP KLIEN DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI
Pengkajian
Pengkajian nyeri yang factual dan akurat dibutuhkan untuk:
ü    Menetapkan data dasar
ü    Menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat
ü    Menyeleksi terapi yang cocok
ü    Mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan
ü    Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa nyeri diidentifikasi, dikenali sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat djelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan.
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1.    Ekspresi klien terhadap nyeri Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian.
2.    Klasifikasi pengalaman nyeri Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas.
3.    Karakteristik nyeri
o    Onset dan durasi 
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama.
o    Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar
o    Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan alat Bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bis berupa skala numeric, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yan digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang diembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat).
Skala nyeri
1.    Kualitas
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan.
2.    Pola nyeri
Perawat meminta klien untuk mendiskripsikan ativitas yang menyebabkan nyeri dan meminta lien untuk mendemontrasikan aktivitas yang bisa menimbulkan nyeri.
3.    Cara mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul dan kaji juga apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk mengurangi nyeri.
4.    Tanda lain yang menyertai
Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah, keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta memerlukan prioritas penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri.
Diagnosa
5.    Nyeri kronik berhubungan dengan  proses keganasan  jaringan parut
6.    Cemas berhubungan dengan nyeri yang dirasakan
7.    Nyeri akut berhubungan dengan fraktur panggul
8.    Koping individu tidak efektif berhubungan dengan nyeri kronik
9.    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri musculoskeletal
10.    Resiko injuri berhubungan dengan kekurangan persepsi terhadap nyeri
11.    Ansietas yang berhubungan dengan nyeri yang tidak hilang.
12.    Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan nyeri musculoskeletal
13.    Disfungsi seksual yang berhubungan dengan nyeri arthritis panggul
14.    Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri punggung bagian bawah
15.    Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan nyeri maligna kronik
Nyeri yang berhubungan dengan :
 Cedera fisik atau trauma Penurunan suplai darah ke jaringan   Proses melahirkan normal
Perencanaan
1.      mengurangi dan membatasi faktor-faktor yang menambah nyeri
2.      menggunakan berbagai tehnik noninvasif untuk memodifikasi nyeri yang dialami
3.      menggunakan cara-cara untuk mengurangi nyeri yang optimal, seperti memberikan analgesik sesuai dengan program yang ditentukan.

Implementasi
1.      mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidakpercayaan, kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan dan kebosanan.
a.       Ketidakpercayaan. Pengakuan perawat akan rasa nyeri yang di derita pasien dapat mengurangi nyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan penuh perhatian mengenai keluhan nyeri pasien, dan mengatakan pada pasien bahwa perawat mengkaji rasa nyeri pasien agar dapat lebih memahami tentang nyerinya.
b.      Kesalahpahaman. Mengurangi kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan mengurangi nyeri. Hal ini dilakukan dengan memberitahu pasien bahwa nyeri yang dialami sangat individual dan hanya pasien yang tahu secara pasti tentang nyerinya. Ketakutan. Memberikan informasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan pasien dengan menganjurkan pasien untuk mengekpresikan bagaimana mereka menangani nyeri. Kelelahan
c.       Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya, kembangkan pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup. 
d.      Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri dapat digunakan pengalih perhatian yang bersifat terapeutik.
2.      memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik seperti : Tehnik latihan pengalihan
a.        menonton televise
b.       berbincang-bincang dengan orang lain
c.       mendengarkan music
Tehnik relaksasi
a.       menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara, menghembuskan secara perlahan, melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi sehingga didapat rasa nyaman, tenang dan rileks.
Stimulasi kulit
a.       menggosok dengan halus pada daerah nyeri
b.      mengggosok punggung
c.       menggunakan air hangat dan dingin
d.      memijat dengan air mengalir.

3.       pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu atau memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan menimbulkan depresi pada fungsi vital, seperti respirasi, dan jenis bukan narkotika yang paling banyak dikenal di masyarakat adalah aspirin, asetaminofen, dan bahan antiinflamasi nonsteroid.
4.      pemberian stimulator listrik , yaitu dengan memblok atau mengubah stimulus nyeri engan stimulus yang kurang dirasakan. Bentuk stimulator metode stimulus listrik meliputi:
a.       Transcutanius Elecstrital Stimulator (TENS), digunakan untuk mengendalikan stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan menempatkan beberapa elektrode di luar.
b.      Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan alat sum-sum tulang belakang dan epidural yang diimplan di bawah kulit dengan transistor timah penerima yang dimasukkan ke dalam kulit paa daerah epidural dan columna vertebrae.
c.       Stimulator collumna vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus alat penerima transistor dicangkok melalui kantong kulit intraklavicula atau abdomen, yaitu elektroda ditanam melalui pembedahan pada dorsum sum-sum tulang belakang.

Evaluasi keperawatan
 Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespons rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya intensitas nyeri, adanya respons fisiologis yang baik, dan pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri.
G. Metode yang digunakan untuk mengurangi intensitas nyeri
1.    FARMAKOLOGIS
Analgesik, ada tiga jenis yaitu :
Non-narkotik (Analgesik antipiretik, obat Antiinflamasi Nonsteroid /NSAID)
Analgetik narkotik atau opiat
Obat tambahan (adjuvan) atau koanalgetik
2.    NONFARMAKOLOGIS
Stimulasi Kutaneus
Distraksi
Tehnik Relaksasi
Imajinasi terbimbing
Hipnosis

KETERAMPILAN DASAR TERKAIT DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN.
PROSEDUR KOMPRES
a)    Pengertian kompres
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang memerlukan.
Jenis kompres :
1.    kompres panas
2.    kompres dingin
b)    Tujuan pemberian kompres
1.    kompres panas
v    memperlancar sirkulasi darah
v    mengurangi rasa sakit
v    memberi rasa hangat, nyaman, dan tenang pada klien
v    merangsang peristatik usus
2.    Kompres dingin
v    menurunkan suhu tubuh
v    mencegah peradangan meluas
v    mengurangi kongesti
v    mengurangi perdarahan setempat
v    mengurangi rasa sakit pada daerah setempat
c)     Indikasi pemberian kompres
a. Kompres panas
v    klien yang kedinginan(suhu tubuh yang rendah)
v    klien dengan perut kembung
v    klien yang punya penyakit peradangan, seperti radang persendian
v    sepasme otot
v    adanya abses, hematoma
b. Kompres dingin
v    klien dengan suhu tubuh yang tinggi
v    klien dengan batuk dan muntah darah
v    pascatonsilektomi
v    radang, memar
d)    Prosedur pelaksanaan
Cara pemberian kompres panas
1.    kompres panas basah
Persiapan alat :
v    kom berisi air hangat sesuai kebutuhan (40-46c)
v    bak seteril berisi dua buah kasa beberapa potong dengan ukuran yang sesuai
v    kasa perban atau kain segitiga
v    pengalas
v    sarung tangan bersih di tempatnya
v    bengkok dua buah (satu kosong, satu berisi larutan Lysol 3%)
v    waslap 4 buah/tergantung kebutuhan
v    pinset anatomi 2 buah
v    korentang
Prosedur
v    dekatkan alat-alat kedekat klien
v    perhatikan privacy klien
v    cuci tangan
v    atur posisi klien yang nyaman
v    pasang pengalas dibawah daerah yang akan dikompres
v    kenakan sarung tangan lalu buka balutan perban bila diperban. Kemudian, buang bekas balutan ke dalam bengkok kosong
v    ambil beberapa potong kasa dengan pinset dari bak seteril, lalu masukkan ke dalam kom yang berisi cairan hangat.
v    kemudian ambil kasa tersebut, lalu bentangkan dan letakkan pada area yang akan dikompres
v    bila klien menoleransi kompres hangat tersebut, lalu ditutup/dilapisi dengan kasa kering. selanjutnya dibalut dengan kasa perban atau kain segitiga
v    lakukan prasat ini selama 15-30 menit atau sesuai program dengan anti balutan kompres tiap 5 menit
v    lepaskan sarung tangan
v    atur kembali posisi klien dengan posisi yang nyaman
v    bereskan semua alat-alat untuk disimpan kembali
v    cuci tangan
v    dokumentasikan tindakan ini beserta responnya
Hal yang perlu diperhatikan:
1.    kain kasa harus diganti pada waktunya dan suhu kompres di pertahankan tetap hangat
2.    cairan jangan terlalu panas, hindarkan agar kulit jangan sampai kulit terbakar
3.    kain kompres harus lebih besar dari pada area yang akan dikompres
4.    untuk kompres hangat pada luka terbuka, peralatan harus steril. Pada luka tertutup seperti memar atau bengkak, peralatan tidak perlu steril karena yang penting bersih.
2.kompres panas kering menggunakan buli-buli panas
Persipan alat :
v    buli-buli panas dan sarungnya
v    termos berisi air panas
v    termomerter air panas
v    lap kerja
Prosedur :
v    persiapan alat
v    cuci tangan
v    lakukan pemasangan telebih dahulu pada buli-buli panas dengan cara : mengisi buli-buli dengan air panas, kencangkan penutupnya kemudian membalik posisi buli-buli berulang-ulang, lalu kosongkan isinya. Siapkan dan ukur air yang di inginkan (50-60ºc)
v    isi buli-buli dengan air panas sebanyak kurang lebih setengah bagian dari buli-buli tesebut. Lalu keluarkan udaranya dengan cara :
·    letakkan atau tidurkan buli-buli di atas meja atau tempat datar.
·    Bagian atas buli-buli di lipat sampai kelihatan permukaan air di leher buli-buli
·    Kemudian penutup  buli-buli di tutup dengan rapat/benar
v    Periks apakah buli-buli bocor atau tidak lalu keringkn dengan lap kerja dan masukkan ke dalam sarung buli-buli
v    Bawa buli-buli tersebut ke dekat klien
v    Letakkan atau pasang buli-buli pada area yang memerlukan
v    Kaji secara teratur kondisi klien untuk mengetaui kelainan yang timbul akibat pemberian kompres dengan buli-buli panas, seperti kemerahan, ketidak nyamanan, kebocoran, dsb.
v    Ganti buli-buli panas setelah 30 menit di pasang dengn air anas lagi, sesuai yang di kehendaki
v    Bereskan alat alat bila sudah selesai
v    Cuci tangan
v    Dokumentasikan
Hal-hal yang peril di perhatikan :
v    buli-buli panas tidak boleh diberikan pada klien pendarahan
v    pemakaian buli-buli panas ada bagian adomen, tutup buli-buli mengarah ke atas atau ke samping pada bagian kaki, tutup buli-buli mengarah ke bawah atau ke samping
v    buli-buli harus di periksa dulu atau tidak cicin karet pada penutupnya
3. cara pemberian kompres dingin
kompres dingin basah dengan larutan obat anti septic
persiapan alat :
v    mangkok bertutup steril
v    bak steril berisi pinset steril anatomi 2 buah, beberap kain kasa sesuai keutuhan
v    cairan anti septic berupa PK 1:4000, revanol 1:1000 sampai 1:3000 dst kebutuhan, larutan betadin
v    pembalut bila perlu
v    perlak dan pengalas
v    sampiran bila perlu
Prosedur pelaksanaan :
v    dekatkan alat ke dekat klien
v    pasang sampiran
v    cuci tangan
v    pasang perlak pada area yang akan di kompres
v    mengocok obat atau larutan bila terdapat endapan
v    tuangkan cairan kedalam mangok steril
v    masukkan beberapa potong kasa kedalam mangkok tersebut
v    peras kain kasa trsbt dg menggunkan pingset
v    bentangkan kain kasa dan letakkan kasa di atas area yang dikompres dan di balut
v    rapikan posisi klien
v    bereskan alat-alat setelah selesai tindakan
v    cuci tangan
v    dokumentasikn
Hal yang perhatikan
v    kain kasa harus sering dibasai agar tetap basah
v    pada luka bakar kotorkasa di ganti tiap 1-2 jam
v    perhatikan kulit setempat/sekitarnya. Bila terjadi iritasi segera laporkan
v    pada malam hari agar kelembapan kompres bertahan lama, tutupi dengan kapas sublimat
kompres dingin basah dengan air biasa/air es
Persiapan alat :
v    kom kecil berisi air biasa/air es
v    perlak pengalas
v    beberapa buah waslap/kain kasa dengan ukuran tertentu
v    sampiran bila perlu
v    selimut bila perlu
Prosedur :
v    dekatkan alat-alat ke klien
v    pasang sampiran bila perlu
v    cuci tngan
v    pasang pengalas pada area yang akan dikompres
v    masukkan waslap/kain kasa kedalam air biasa atau air es lalu diperas sampai lembab
v    letakkan waslap/kain kasa tersebut pada area yang akan dikompres
v    ganti waslap/kain kasa tiap kali dengan waslap/kain kasa yang sudah terendam dalam air biasa atau air es.
v    Diulang-ulang sampai suhu tubuh turun
v    Rapikan klien dan bereskan alat-alat bila prasat ini sudah selesai
v    Cuci tangan
v    Dokumentasikan
Hal yang harus diperhatikan:
ü    Bila suhu tubuh 39c/lebih, tempat kompres dilipat paha dan ketiak
ü    Pada pemberian kompres dilipat paha, selimut diangkat dan dipasang busur selimut di atas dada dan perut klien agar seprei atas tidak basah
kompres dingin kering dengan kirbat es (eskap)
Persiapan alat :
v    Kirbat es/eskap dengan sarungnya
v    Kom berisi berisi potongan-potongan kecil es dan satu sendok teh garam agar es tidak cepat mencair
v    Air dalam kom
v    Lap kerja
v    Perlak pengalas
Prosedur :
v    Bawa alat-alat ke dekat klien
v    Cuci tangan
v    Masukkan batnan es ke dalam kom air supaya pinggir es tidak tajam
v    isi kirbat es dengan potongan es sebanyak kurang lebih setengah bagian dari kirbat tersebut keluarkan udara dari eskap dengan melipat bagian yang kosong, lalu di tutup rapat
v    periksa skap, adakah kebocoran atau tidak
v    keringkan eskap dengan lap, lalu masukkan ke dalam sarungnya
v    buka area yang akan di kompres dan atur yang nyaman pada klien
v    pasang perlak pengalas pada bagian tubuh yang akan di kompres
v    letakkan eskap pada bagian yang memerlukan kompres
v    kaji keadaan kulit setiap 20 menit terhadap nyeri, mati rasa, dan suhu tubuh
v    angkat eskap bila sudah selesai
v    atur posisi klien kembali pada posisi yang nyaman
v    bereskan alat setelah selesi melakukan prasat ini
v    cuci tangan
v    dokumentasikan
hal-hal yang perlu di perhatikan
ü    bila klien kedinginan atau sianosis, kirbat es harus segera di angkat
ü    selama pemberian kirbat es, perhatikan kult klien terhadap keberadaan iritasi dan lain-lain
ü    pemberian kirbat es untuk menurukan suhu tubuh, maka suhu tubuh harus di control setiap 30-60 menit.bila suhu sudah turun kompres di hentikan
ü    bila tidak ada kirbat es bias menggunakan kantong plastic
ü    bila es dalam kirbat es sudah mencair harus segera dig anti (bila perlu)
PROSEDUR RENDAM
PENGERTIAN
Tindakan keperawatan denagn cara merendam dengan menggunakan cairan hangat yang dapat dilakukan pada daerah tangan, kaki, glutea,seluruh bagian tubuh yang mengalami gangguan integritas, gangguan sirkulasi, ketegangan otot atau terdapat luka kotor.

TUJUAN
1. Mengendorkan otot,tendon dan ligamen
2. Menghilangkan nyeri dan peradangan
3. Mempercepat penyembuhan jaringan
4. Memperbaiki sirkulasi
5. Membersihkan luka kotor.

PERSIAPAN ALAT:
1. Alat/tempat perendam
2. Larutan PK untuk rendam duduk/mandi rendam
3. Handuk
4. Pinset dan gunting steril
5. Kain kasa steril
6. Kapas sublimat

PROSEDUR PELAKSANAAN
A. Rendam Tangan dan Kaki
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakuakn
2. Cuci tangan
3. Mesukkan larutan hangat (40,5º C – 43˚ C) ke dalam alat/tempat perendam
4. Tuangkan obat yang diperlukan pada air rendaman.
5. Letakkan pengalas dibawah tempat rendaman.
6. Masukkan bagian yang akan direndam (tangan/kaki).
7. Tutup bagian atas rendaman dengan handuk supaya tidak cepat menguap panasnya.
8. Lakukan perendaman selama 5 – 10 menit.
9. Setelah selesai, bersihkan daerah yang rendam. Bila ada jaringan yang kotor,lakukan pembersihan dengan kapas sublimat dengan menggunakan sublimat atau dengan menggunakan jaringan yang mati.
10. Cuci tangan setelah melakukan prosedur
11. Catat perubahan yang terjadi ( hasil rendaman, kondisi pasien, reaksi kulit, dan cairan yang digunakan/obat).

B. Rendam Glutea (Rendam Duduk)
Dikukan pada :
1. Daerah luka sekitar anus dan genetalia
2. Jahitan epistomi pasca persalinan yang meradang
3. Pasien pasca operai hemoroidektomi.

Untuk rendam duduk , larutan yang diperlukan adalah PK dengan perbandingan 1:4.000 atau sesuai program dokter.

Prosedur Tindakan :
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Cuci tangan
3. Masukkan larutan PK 1 : 4.000 pada larutan hangat untuk merendam dan tuangkan kedalam tempat rendaman.
4. Pasang sampiran bila pasien dirawat dibangsal umum
5. Lakukan perendaman selama 5 – 10 menit. Setelah selesai, bersihkan daerah luka dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset.
6. Tutup luka dan keringkan dengan kasa steril lalu pasang perban.
7. Cuci tangan setelah prosedur tindakan.
8. Catat keadaan dan reaksi kulit dan hasil rendaman

C. Rendam Seluruh bagian Tubuh
Dilakukan apabila:
Luka mencapai seluruh tubuh, seperti luka bakar.

larutan yang diperlukan adalah PK dengan perbandingan 1:4.000 atau sesuai program dokter.

Prosedur Tindakan :
1. Cuci tangan
2. Masukkan larutan PK 1 : 4000 pada air ditempat rendaman dan diaduk.
3. Masukkan bagian tubuh kedalamtempat rendaman selama 5 – 10 menit dan bersihkan daerah luka dengan kain kasa.
4. Setelah selesai, bersihkan luka dengan kain kasa steril dan keringkan. Lalu beri obat sesuai program dokter.
5. Tutup luka dengan kain kasa.
6. Cuci tangan
7. Catat hasil rendaman dan keadaan luka.
1.      Teknik Distraksi
Adalah mengalihkan perhatian klien dari nyeri. Teknik distrasi yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
·         Bernafas lambat dan berirama secara teratur
·         Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya
·         Mendengarkan musik
·         Mendorong untuk berkhayal (guided imagery)
·         Massage (pijatan)
2.      Teknik Relaksasi
Teknik ini didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik Relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk di kursi. Hal utama yang dibutuhkan dalam teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat dan lingkungan yang tenang. Prinsipnya klien harus mampu berkonsentrasi sambil membaca mantra atau do’a atau zikir dalam hati seiring dengan ekspirasi udara paru.
Langkah-langkah latihan relaksasi autogenic :
a)      Persiapan sebelum mulai latihan
1)      Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata terpejam
2)      Atur nafas hingga nafas lebih teratur
3)      Tarik nafas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan
b)      Langkah 1 : merasakan berat
1)      Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan terasa berat. Selanjutnya secara perlahan-lahan bayangkan kedua lengan terasa kendur dan ringan.
2)      Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher, dan kaki.
c)      Langkah 2 : merasakan kehangatan
1)      Bayangkan darah mengalir keseluruh tubuh dan rasakan hawa hangatnyaaliran darah. Katakana dalam hati “ Saya merasa senang dan hangat “.
2)      Ulangi enam kali.
d)     Langkah 3 : merasakan denyut jantung
1)      Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut.
2)      Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan tenang.
3)      Ulangi enam kali.
e)      Langkah 4 : latihan pernafasan
1)      Posisi tangan tidak berubah.
2)      Katakana dalam diri “ nafasku longgar dan tenang “.
3)      Ulangi enam kali.
f)       Langkah 5 : latihan abdomen
1)      Posisi kedua tangan tidak berubah. Rasakan pembuluh darah pada perut mengalir dengan teratur dan terasa hangat.
2)      Ulangi enam kali.
g)      Langkah 6 : latihan kepala
1)      Kedua tangan kembali keposisi awal.
2)      Katakana dalam hati “ kepala saya benar-benar dingin “.
3)      Ulangi enam kali.
h)      Langkah 7 : akhir latihan
Melekatkan (mengepalkan) lengan bersamaan dengan nafas dalam lalu buang nafas pelan-pelan sambil membuka mata.

1 komentar: